Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Kota Madiun Gelar Diskusi Hukum Bahas Yurisprudensi Putusan MK tentang Presidential Threshold

ketua dan anggota

Ketua Bawaslu Kota Madiun, Wahyu Sesar Tri Sulistyo Nugroho bersama jajaran komisioner dalam kegiatan diskusi hukum di Sekretariat Bawaslu Kota Madiun (Kamis, 26 Juni 2025)

madiunkota.bawaslu.go.id, Madiun – Bawaslu Kota Madiun menyelenggarakan diskusi hukum bertajuk “Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 Terkait Presidential Threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum”, Kamis (26/6/2025) pukul 13.00 WIB, bertempat di Aula Sekretariat Bawaslu Kota Madiun.

Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh jajaran komisioner dan sekretariat Bawaslu Kota Madiun, serta menghadirkan dua narasumber, yakni Yakobus Wasit Supodo selaku Koordinator Daerah Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD) Kota Madiun, dan Dimas Pramodya Dwipayana selaku Dosen Universitas PGRI Madiun. Diskusi digelar sebagai bentuk pendalaman pemahaman terhadap yurisprudensi Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengenai ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold).

Ketua Bawaslu Kota Madiun, Wahyu Sesar Tri Sulistyo Nugroho, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi ruang diskusi terbuka bagi penyelenggara pemilu untuk menambah wawasan terhadap dinamika hukum dan politik pemilu. Ia menegaskan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap dan menjadi salah satu sumber hukum yang harus dihormati dan dipahami penyelenggara pemilu.

“Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 telah melalui pengujian sebanyak 33 kali sebelumnya. Namun, baru pada permohonan ke-34, Mahkamah mengabulkan permohonan karena alasan dan petitumnya berbeda dari sebelumnya,” ujarnya.

Wahyu juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap struktur perundang-undangan nasional, dari UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum tertinggi, hingga peraturan di tingkat daerah. Wahyu menyebut bahwa kewenangan MK meliputi pengujian undang-undang terhadap konstitusi (judicial review), di samping penyelesaian sengketa hasil pemilu dan sengketa partai politik.

Anggota Bawaslu Kota Madiun sekaligus Koordiv Hukum, Partisipasi Masyarakat, dan Humas (HP2H), Mohda Alfian, memberikan pengantar pada diskusi serta menambahkan bahwa kesempatan ini menjadi wadah menelaah lebih dalam bagaimana pertimbangan Mahkamah dalam menetapkan putusan. Menurutnya, meskipun putusan 62/PUU-XXII/2024 telah bersifat final dan mengikat, pemahaman terhadap isi, latar belakang, dan dampaknya tetap penting sebagai bagian dari penyelenggara pemilu.

narasumber

 

Dalam paparannya, Dimas Pramodya Dwipayana menyatakan dukungannya terhadap dihapuskannya Presidential Threshold. Ia menjelaskan bahwa walaupun tetap ada kemungkinan celah kelemahan atas putusan tersebut, ambang batas tersebut memiliki sisi positif, seperti memperkuat legitimasi presiden terpilih dan mendorong efektivitas pemerintahan. 

“Dengan 0% threshold, akan muncul lebih banyak pilihan calon yang memungkinkan tokoh-tokoh alternatif—baik profesional, independen, atau aktivis—ikut bersaing. Ini mendorong demokrasi yang lebih terbuka,” jelas Dimas.

Narasumber kedua, Yakobus Wasit Supodo, melanjutkan untuk mengulas tema ini dari sudut pandang politik dan pengawasan pemilu. Ia menyatakan bahwa penghapusan ambang batas memang meningkatkan beban pengawasan, namun juga membuka ruang yang luas untuk partisipasi politik yang lebih inklusif.

“0% threshold memang memberikan peluang lebih besar, tapi tetap perlu manajemen yang baik agar tidak memicu kompleksitas yang berlebihan. Misalnya, potensi meningkatnya jumlah calon bisa membingungkan pemilih dan membebani logistik,” ungkap Yakobus.

Seiring berjalannya sesi diskusi antara narasumber dengan peserta, pembahasan mengarah pada meski Putusan MK bersifat final dan mengikat, tantangan sesungguhnya terletak pada bagaimana mengawal para legislator pembuat undang-undang, pemangku kebijakan dan penyelenggara pemilu menindaklanjuti putusan tersebut dalam bentuk peraturan pelaksana dan kebijakan teknis lainnya. Kompleksitas demokrasi di masa mendatang memerlukan kesiapan semua pihak untuk tetap menjunjung nilai-nilai konstitusi serta mengawal keadilan dan keterbukaan dalam setiap tahapan pemilu.

Penulis : Bambang K.D

Editor   : Ananda Z